01 July 2011

Senandung Tanah Lado


Saat cinta itu datang, beribu alasan takkan diperlukan untuk menjelaskannya. Begitulah, bertahun lamanya telah kutinggalkan Jakarta dan kuputuskan untuk menapaki Bandar lampung, sebuah kota di Lampung bersiger ini. Di sinilah kucoba kembali menata masa depan dan juga hatiku.   Bertahun kemudian akhirnya kota bersiger ini  berikan nuansa baru dalam  kehidupanku. Pekerjaan yang layak dengan gaji yang sesuai sebagai seorang manager di Biomas, sebuah perusahaan penghasil etanol. Begitupun dengan cinta. Ya, di sini kembali kutemukan cinta. Mulei Lampung telah memikat hatiku. Seorang gadis manis pengrajin tenun tapis tradisional,  dan  bersamanya kelak akan kembali kutata masa depanku. Aku suka caranya mencintaiku. Dia selalu memahamiku tanpa harus bertanya apa yang kualami terlebih dulu. Dialah yang paling sabar diantara semua gadis yang pernah kukenal. Dia sangat mengerti dan  membuatku sadar bahwa dialah pilihan tepat untukku, untuk menjadi istriku. Aku tak pernah bertemu dengan gadis yang sebegitu sabarnya terhadapku. Dia tetap sabar dan memaafkanku meski aku sering menyakitinya. Itulah yang membuatku tersadar dan merubah hidupku. Lampung telah memberiku hidup yang baru.

***

Jakarta masih sama sumpeknya seperti ketika kutinggalkan, makin terasa pengap saja dipenuhi lautan manusia yang makin bertambah kuota setiap tahunnya, bahkan makin terlihat padatnya di akhir pekan seperti ini. Akhir pekan. Benar sekali, akhir pekan ini aku hanya ingin sejenak menikmati kesendirian di sudut ibukota. Aku  sedang bingung menentukan pilihanku, di satu sisi aku masih ingin bebas mengepakkan sayapku untuk terbang jauh menggapai masa depanku agar lebih baik lagi, namun di sisi lain aku tetap ingin merasakan besarnya cinta yang selalu diberikannya sepenuh hati untukku. Mana yang akan kupilih nantinya antara beasiswa dari perusahaan atau mulei sikepku itu, gadis cantikku.  Ah,entahlah. Biarkan sejenak kurefreshkan fikiranku agar lebih mantap tentukan pilihan.



Kembali  ponselku bergetar. Sudah kesekian kalinya batinku. Oh, rupanya Nuari. Sempat  kukatakan  padanya bahwa aku ingin menikmati kesendirianku beberapa waktu kedepan tanpanya. Ah,  pasti  mulei sikepku itu mengkhawatirkanku,  tapi  kubiarkan ponsel itu terus bergetar di saku celanaku. Sama seperti  hatiku yang akan terus bergetar  ketika aku berada dekat dengannya. Seorang gadis manis yang berhasil meruntuhkan hatiku saat berjumpa di Lampung Expo sekitar 5 tahun yang lalu.

 Kala itu, kebetulan sekali perusahaanku juga mengikuti ajang tersebut dan stan perusahaan kami tepat berada di depan stan tempat gadisku bekerja, Siger Art Design. Tiba-tiba saja mataku terpaku pada seorang gadis manis yang  terlihat begitu piawai  menggunakan alat tenun tradisional. Ia  memainkan jari-jari manisnya menyulam  kain tapis yang kemudian kuketahui bahwa sulaman yang sedang  ia buat adalah tapis Jung Sarat. Sambil  terus berkutat dengan benang emas, ia coba menjelaskan kepada pengunjung bahwa tapis Jung Sarat yang ia kerjakan ini biasanya dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat, dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin serta mulei cangget (gadis penari) pada upacara adat.  Begitulah  hingga akhirnya kami bersama hingga sekarang. Ya, setidaknya sebelum  kuputuskan untuk meninggalkannya demi beasiswaku.

 Untuk saat ini,  aku memang sedang tak ingin diganggu oleh siapapun, termasuk muleiku itu. Aku ingin berpikir dulu sebelum nantinya aku kembali meninggalkan Jakarta dan menemuinya tanpa beban. Aku sedang pusing memilih antara dirinya atau  keinginanku untuk  mengambil beasiswa S2 ke Jepang yang ditawarkan perusahaan seperti  impianku selama ini, setelah itu  jabatanku akan lebih tinggi dan lebih mapan. Dengan begitu, ada yang bisa kubanggakan selama  beberapa tahun dalam dekapan Lampung.

Malam makin merayap dan  semakin banyak orang berdatangan  ke taman kota ini. Mereka saling sapa dan saling canda, bercengkarama menikmati sebuah hubungan yang terlihat harmonis dan menyatu. Sedangkan aku terasing dalam  padatnya Jakarta , dalam kegalauan  hatiku antara cinta dan masa depan .



Masih segar dalam ingatanku  sewaktu tiba-tiba kuputuskan untuk menapaki kota bersiger itu. Keluargaku tampak terkejut, bahkan mereka melarangku. Bayangkan saja, banyak orang meninggalkan kampung halaman mereka demi  menikmati kehidupan Ibukota, sedangkan aku malah meninggalkannya dan memilih Lampung sebagai penggantinya. Aku tak perduli. Aku  tetap meninggalkan Jakarta. Meskipun keluarga  melarangku dan menyayangkan  kehidupanku yang sudah mapan di tanah kelahiranku, namun aku tetap bersikeras untuk pergi.  Akhirnya mereka menyerah dan membiarkanku menata masa depanku yang baru.

Meskipun Lampung telah membuaiku selama bertahun-tahun ini, tapi setiap ada waktu luang, selalu kusempatkan ke Jakarta untuk melepas kerinduanku pada keluarga. Ya, seperti sekarang ini aku mengunjungi mereka sekaligus untuk meminta pertimbangan mereka mengenai beasiswa yang  kuperoleh  dari perusahaan untuk melanjutkan studiku  di negeri sakura. Mendengar ini, keluargaku tampak bangga dengan prestasiku di tempat kerja, terlebih ayahku.  “Ayah bangga padamu. Perlahan namun pasti, kamu bisa membangun karir di tempat yang baru dan  menunjukkan keseriusanmu dalam bekerja, berdedikasi tinggi hingga perusahaan  menawarkan beasiswa untuk melanjutkan studimu.”

Aku merasa dilema. Aku ingin sekali mengambil tawaran beasiswa  untuk melanjutkan studiku  di negeri sakura itu, namun aku tak bisa meninggalkan Nuari. Keberadaan Nuari dengan segenap cinta yang dimilikinya untukku  pun tak kalah membuatku pusing karena aku dihadapkan pada dua pilihan sulit yaitu cinta dan masa depan.  Tak  pernah kubayangkan jika perjalanan hidupku akan seperti ini. Hidupku   adalah milikku. Aku tak bisa mengikuti kata orang lain. Aku tak ingin jalani hidupku dengan aturan-aturan yang membuatku merasa tak nyaman.

***

Entah karena aku telah jatuh cinta pada Lampung atau karena cinta pada mulei sikepku itu, sejauh apapun langkahku, selalu saja senandung Sang Bumi Ruwa Jurai  memanggilku untuk kembali berada dalam buaiannya. Sekembaliku pagi tadi, malam ini ingin kunikmati indah langit berbalut gemintang dan rembulan  bersama muli sikepku. Sengaja kuparkirkan Pajero di sudut taman, lalu  kami  berjalan kaki menyusuri sudut taman kota Bandar Lampung. Dengan hangat kugandeng Nuari.
Aku merasa begitu damai bersamanya. Tanah lado yang dulunya begitu asing bagiku, kini menjadi lekat di hati.   Aku tau, cintaku bersama Nuari akan butuh perjuangan yang panjang untuk sampai ke mahligai kebahagiaan kelak.

 Berminggu didera kegundahan demi kegundahan dan mencoba  berjalan tanpa Nuari, ternyata aku sulit  bertahan jika tanpanya. Kesederhanaan sikap tulus dan cinta yang dimiliki, senyum hangat dan segala yang  ada  padanya  selalu membuatku kembali bersemangat. Aku bicara dengan  hati-hati padanya tentang beasiswa yang  kuperoleh  dari perusahaan untuk melanjutkan studiku  di negeri sakura selama 3 tahun yang dilanjutkan dengan penempatanku pada jabatan yang lebih tinggi dengan syarat untuk tidak menikah selama 5 tahun kedepan.  Bisa kulihat kecemasan di wajah manisnya saat kubicarakan ini, tapi Nuari ternyata tidak memaksaku untuk tetap tinggal di tanah lado ini. Dia menyerahkan semua keputusan padaku. Dia sadar jika aku mengambil kesempatan ini, kemungkinan masa depanku akan  semakin cerah sesuai dengan apa yang kuinginkan, namun dia juga berkata bahwa seandainya kuabaikan tawaran itu  pun, aku tetap   juga menjadi orang sukses jika aku bekerja keras. Nuari terlihat  begitu dewasa meskipun jauh di dalam hatinya ia pasti tidak ingin kutinggalkan.

***

Meskipun malam itu aku telah kembali ke pelukan tanah lado, tapi sebenarnya  bukanlah malam yang bisa begitu saja kulewatkan. Malam itu adalah sebuah jawaban bagiku atas kegundahanku selama berminggu ini. Aku yakin bahwa Bandar Lampung  memang tempatku hidup sekarang,  Nuari adalah cintaku, Lampung adalah masa depanku. Aku berharap malam akan berlalu dengan sebuah kesan yang mendalam bagiku. Sebuah pendewasaan diri. Sebuah kesunyian akan berubah menjadi kebahagian bersama orang-orang tersayang.

Nuari memang begitu lembut, sabar dan keibuan. Aku sungguh mencintainya meskipun usianya jauh dibawahku dan aku harus bersusah payah menyesuaikan diri dengan adatnya yang begitu kental. Dia  selalu berkata bahwa hubungan ini memang tak akan  mudah untuk dijalani, namun dia percaya bahwa akan selalu ada kemudahan di dalam kesulitan.

Dia pun tak memaksa jika aku akhirnya mundur dan lebih memilih untuk mengepakkan sayapku untuk terbang lebih tinggi menggapai impianku. “Yai  pergilah, kesempatan tidak akan datang berkali-kali. Mungkin ini pilihan yang sulit untuk kyai, tapi aku yakin bahwa kyai bisa mengambil keputusan ini dengan bijak.” Suaranya terdengar bergetar, tapi senyum manis tetap menghiasi wajah ayunya. Namun aku selalu bilang bahwa aku tak akan mundur karena aku pun yakin dengan cintaku untuknya, sama seperti  dirinya yang begitu yakin memberikan cintanya untukku.

 Waktu akan terus berganti seiring dengan kehidupan yang akan terus berputar. Begitupun denganku  yang  ingin kembali meraih mimpi dan tak hanya sekedar  berdiam diri saja. Aku kembali mengawali pagiku dengan senyuman hangat penuh semangat sehangat mentari pagi. Aku pasti bisa melalui hariku tanpa harus pergi ke Jepang, tanpa harus meninggalkan gadisku, tanpa harus meninggalkan tanah lado yang membuaiku dalam dekap hangatnya selama beberapa tahun ini.

Aku akan tetap di sini, akan tetap  nikmati indahnya menatap langit malam dan menggandeng tangan lembut  mulei sikepku  untuk menyapa tiap sudut  kota Bandar Lampung sambil bersenandung.  Sangon jak saka nyak demon jama niku/ api cak ganta sumang tekhasa wi lawi/ kimak putungga sekhani biak di hati/salah kodo dikhiku ki nyak terlanjur sayang/najin sekhibu jukhang penghalang wi lawi/ di hunus badik pun makukhung kulapahi/ halus budi mo iyoskon hati /niku jengan busadu lawan tikhamku/ salah kodo dikhiku ki nyak terlanjur sayang/ najin sekhibu jukhang penghalang wi wi lawi/ nagon jak saka nyak demon jama niku...

_________________________________
Lampung, tangga pertama  pada Juli 2011
_________________________________

Footnote:
1.      Mulei sikep: gadis cantuk
2.      mulei cangget2 :gadis penari
3.      Petikan lirik lagu berjudul nyak demon jama niku : saya suka padamu
Sangon jak saka nyak demon jama niku/ api cak ganta sumang tekhasa wi lawi/ kimak putungga sekhani biak di hati: memang sudah lama aku suka denganmu/apalagi sekarang terasa di hati/ tidak bertemu sehari saja berat di hati
salah kodo dikhiku ki nyak terlanjur sayang/najin sekhibu jukhang penghalang wi lawi/ di huus badik pun makukhung kulapahi/ halus budi mo iyoskon hati: salahkah diriku jika terlanjur saying/ meskipun seribu jurang penghalang/ dihunus pedangpun tak urung kujalani/halusnya budimu luluhkan hati

No comments:

Post a Comment