Lumba-lumba dan juga paus
serta keindahan alam dan surga bagi para pemancing handal
kutemukan di kedalaman Kiluan
pun picisan kita yang terkisah di dalamnya
menjelma sajak dalam balutan aksara yang saling bertukar kata tanpa tersesat makna.
Masih segar dalam ingatanku ketika kita biarkan kuarsa terus merayap dalam gelap malam berbalut debur ombak Kiluan.
Kau ingat percakapan kita kala itu? Ya, demi masa depan, kau akan pergi sejenak tinggalkanku. Kau bilang akan menyulap penantian menjadi mahligai indah
Selalu kucoba pahami bahwa hanya dengan kata saja tak cukup untuk berbagi rasa.
Di sini, dalam debur ombak, kembali kuhadirkan bayangmu saat kau kau ucap janjimu di persimpangan suara yang menggugah dan menyisakan tanya untukku
Saat kutanya, kenapa kau tinggalkanku sendirian di tepian Teluk Kiluan ini,
kau hanya menjawab: “Ini adalah Hidden Paradise at Lampung, di sinilah kelak kita bangun paradise dalam mahligai kita.”
Lalu mata tajammu lemparkan isyarat tegas untukku agar aku setia pada jejak yang kau tinggalkan di sini. Setia seperti gelombang yang tak pernah berhenti mematri karang sebagai pelabuhan di Kiluan ini
Dunia kita lebih panjang dari deretan kenangan.
Akan kulesatkn fikiran menghujam batas kenyataan dan kubiarkan gejolak ini menguntitmu di setiap jalan dan kelokan menuju Jepang.
Kucoba terus menunggumu sambil kunikmati lumba-lumba Kiluan yang selalu tersenyum padaku., melompat begitu ceria seolah telah mengenali Kiluan
Biarkan kedua fkiran kita saling menjelajah lorong batin hingga kita sampai pada tempat yang sama. Kau tau? kebersamaan kita berbaur dalam gemuruh gelisah hati serupa debur ombak Kiluan yang menjelma menjadi lukisan indah, serupa penantian indahku.
Saat senandung Tanah Lado memanggilmu pulang, kita buka lipatan suasana penantian yang tercatat serupa sajak dalam bentangan waktu sambil kita nikmati kembali indahnya lumba-lumba yang berlompatan di sepanjang Kiluan.

Lampung, 2011