22 October 2007

va dove ti porta il cuore


“Tidak…aku tak bisa berhenti mencintainya.”

Aku hampir histeris dan menjerit dalam hati. Aku merasa bingung, dengan siapa aku bisa berbagi kebahagiaan dan derita yang kualami selama bertahun-tahun, aku membeku. Tangisku pecah seketika dan aku berlari mengambil bantal.

“Apa aku salah? Dia memang telah berhubungan dengan orang lain. Tapi sungguh rumit karena dia bilang padaku bahwa dia hanya mengikuti apa kata hatinya.” Aku tahu jika ia sampai berani menghianatiku, kami akan berada dalam masalah besar. Bagiku, Ibra lebih penting daripada diriku sendiri. Aku sangat mencintainya, dengan segala kekurangannya, meski terkadang ia membuat hatiku terluka.

Dia melukaiku lagi dan lagi. Seperti halnya sekarang. Tapi aku mendengar kata hatiku. Ibra lebih dulu mengenal gadis cantik bernama Samantha sebelum ia mengenalku. Dia adalah adik dari teman Ibra, makanya hubungan antara dia dan Ibra cukup dekat. Hingga sekarang, gadis itu telah jatuh cinta kepada Ibra. Sedangkan aku adalah pacar Ibra. Kami telah berhubungan selama lebih dari 2 tahun. Sebelumnya aku tak pernah membandingkan diriku dengan gadis itu. Kenyataannya kami memang tak sepadan, gadis itu memiliki segalanya, disbanding aku. Tapi sekali lagi, aku percaya pada kekasihku. Aku yakin bahwa akulah orang terakhir yang bersemayam jauh dilubuk hatinya yang paling dalam. Keluarga kami juga tahu. Aku merasa kehabisan kata-kata dalam mengutarakan perasaanku.

Kulihat wajahku di cermin, mataku sembab oleh air mata. Aku teringat ketika kami bertiga bertemu secara kebetulan saat aku menemani Ibra dan temannya main bowling di salah satu kafe terkenal di Lampung. Wajah gadis cantik itu memerah, lalu jadi pucat. Sebaliknya, seorang pemuda yang menggenggam tangannya terlihat kebingungan.

Samantha menghampiri Ibra dan bertanya, sambil melihat kearahku.

“Oh…. Aku tak mengerti, Ibra. Kita telah lama saling kenal, jauh sebelum kau bertemu dengan pacarmu ini. Tapi satu pertanyaan yang tak kupahami, mengapa kau lebih mencintainya daripada aku?”.

Pada saat itu, aku dan semua yang ada disana seolah terjebak. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku lalu duduk, sementara Ibra terus menggenggam tanganku.

“Kau takkan pernah mengerti arti cinta, kesetiaan, kejujuran dan banyak hal lain yang kudapat dari gadis ini yang aku cintai dengan sepenuh hati.” Ujar Ibra pada gadis itu didepanku.

“Aku masih bingung, setahuku dia tidak secantik aku. Bagaimana kau bisa jatuh hati padanya?”

“Aku suka caranya mencintaiku. Dia selalu mengerti aku tanpa harus bertanya apa yang kualami terlebih dulu. Dialah yang paling sabar diantara semua gadis yang pernah kukenal.”

“Aku tak percaya itu.” Gumam Samantha

“Dia sangat mengerti aku. Dia membuatku sadar bahwa dialah pilihan tepat untukku, untuk menjadi istriku. Aku tak pernah bertemu dengan gadis yang sebegitu sabarnya terhadapku. Dia tetap sabar dan memaafkanku meski aku sering menyakitinya. Dia bahkan memaafkanku yang telah berselingkuh. Itulah yang membuatku tersadar dan merubah hidupku.”

Mendengar penuturannya itu, hatiku berbunga-bunga.

“Tahukah kau, aku mencintaimu sejak pandangan pertama. Aku tak peduli meski aku telah bersama orang lain. Kau tahu seberapa besar cintaku padamu.”

“Lebih baik kau berpemikiran terbuka. Kita akan menikah.”

Setelah berkata demikian, Ibra mencium tanganku dan kami beranjak pergi. Kala itu, aku merasa melayang diantara surga dan bumi. Tiba-tiba ia berhenti sejenak.

“Sayang, aku sangat mencintaimu.” Bisiknya.

Aku memberinya jawaban dengan seulas senyum.

***
Aku buru-buru menghapus air mata ketika Ibra tiba-tiba mendekapku. Ia tersenyum hangat dan meraih tanganku saat aku duduk di teras rumahnya. Aku kesepian, duduk sendiri di kursi.

“Kau taka pa, sayang?”
Aku hanya mengangguk.

“Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang kita. Maksudku, masalah yang mengganggu hubungan kita.”

“Mengenai apa?” tanyaku.

Suaranya kian samar. Aku berdiri saat ia beringsut menjauh, menatapku lekat-lekat, kata-kata itu terbias dimatanya.

“Apa kau tetap akan mencintaiku setelah kukatakan yang sebenarnya?”

“Percayalah padaku. Kau-lah satu-satunya yangtercipta untukku. Kau adalah milikku.” Suaranya kembali melemah.

“Katakan saja ada apa sebenarnya.” Kataku.

“Aku tahu ada yang terjadi diantara kita. Tentang Samantha, Agatha, Balqis, dan yang lainnya. Salahkah aku jika kukatakan bahwa aku pernah berhubungan dengan mereka?”

“Lalu?” kataku lagi.

“Sayang, aku tak lagi peduli tentang mereka.”

“Aku ingin tahu seberapa jauh hubunganmu dengan mereka.”.

“Aku belum pernah-“

“Bicara sejujurnya.” tekanku.

“Sejujurnya-“ ulangnya.

“Kalau kau ingin aku berada disampingmu, kumohon, jujurlah padaku.” Kubalas tatapannya yang tajam.

“O.K, Mereka adalah temanku. Hanya itu saja, sayang.”

“Bagaimana kau bisa mengenal mereka?”

“Well, akan kuceritakan satu persatu. Aku kenal Samantha sejak enam tahun yang lalu. Kakak Samantha adalah teman sekelasku. Jadi aku mengenalnya sejak dia berumur 17 tahun.” Suara Ibra kian pelan.

“Lalu?” tanyaku lagi.

“Lalu, di suatu kesempatan dia tiba-tiba saja menciumku dan mengatakan kalau dia suka padaku.”

“Apa kau menikmati ciuman itu?” tanyaku penasaran.

“Biasa aja, sayang”. Ia menjawab sembari mendekapku.

“Benarkah?”

“Tidak. Maksudku… aku tak merasakan apapun karena dia adalah adik dari temanku. Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri.”

“Lalu?”.

“Seperti yang kubilang, dia itu seperti adik bagiku. Jadi kubilang padanya kalau aku tak punya perasaan apapun padanya. Itu saja.”

Aku hanya tersenyum. Sebenarnya aku sudah tahu apa yang terjadi diantara Ibra dan semua gadis itu. Tapi aku hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Ibra. Aku akan merasa bangga jika dia jujur padaku.

“Sayang, kau mau dengar yang lainnya?” Tanya Ibra.

“Tidak. Aku percaya padamu. Aku mengerti kalau kau sadar akan kesalahanmu. Jujurlah sayang, jangan jadi penghianat”.

“Omong-omong, apa kau sudah makan?”.

“Belum”. Jawabku.

“Well, bagaimana kalau kita makan bersama keluargaku?”

Aku hanya mengangguk. Lalu kami makan dengan tenang bersama keluarga besar Ibra. Ada kalanya kami tertawa mendengar gurauan adik perempuan Ibra yang kembar. Jam 4 sore, Ibra dan adik kembarnya menemaniku pulang. Jujur saja, aku sudah memaafkan semua kesalahannya. Di rumahku, adik kembar Ibra sibuk berfoto ria, sedang aku dan Ibra hanya diam melihat mereka. Ibra memintaku untuk duduk disampingnya. Aku menurut. Ia mengatakan betapa bahagianya bisa bersama denganku lagi.

“Sayang, kaulah harapanku. Kaulah yang kuharap bisa menjadi milikku seorang. Kau buat duniaku laksana pelangi, dipenuhi warna-warni.” Aku memberitahunya.

“Benarkah?” tanyanya.

Aku tersenyum sebagai jawaban. “Buktikan bahwa aku adalah pilihan terakhirmu.” Aku menambahkan.

Ia mengecup tanganku sebagai jawaban, tiba-tiba kedua adik kembarnya menciumku. Saat-saat yang membuatku malu. Ibra mendekapku sebelum ia dan adiknya pulang, meninggalkan semua keputusan ditanganku. Kulihat punggungnya ketika ia melangkah pergi. Dia sempat berbalik, dan tersenyum padaku.

Dalam letih aku memohon "Ya Tuhan, tunjukkan padaku jalan yang benar, jika cinta ini berasal dari Engkau, maka lindungi dan tuntunlah aku, bimbing aku, maka aku akan meyakinkan diriku sendiri dengan tulisan Italy yang besar.; va dove ti porta il cuore yang berarti ikuti kata hatimu". Doaku ketika kulihat dia pergi.

____________________________________________________
Lampung, 2007. A year after you bring me into your world.
____________________________________________________